Welcome To Yudas Blog For Update News
loading ...

Jumat, 26 Februari 2010

Inilah Cerita Sukeri dan Anaknya yang Hemofilia

KOMPAS.com — Sejak dua tahun lalu, Sukeri (43), asal Tegal, bersama dua orang anaknya menetap di Jakarta demi mengobati putra bungsunya, Aji Bachtiar (9), yang menderita hemofilia berat.
Dia membuka warung gado-gado kecil-kecilan atas modal pinjaman untuk membayar kontrakan.

Ditemui di warung gado-gadonya, di sekitar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis (25/2/2010), Sukeri menceritakan perjalanannya mengobati Aji hingga saat ini dia meninggalkan Tegal dan berjualan gado-gado di Jakarta.

Diceritakan Sukeri, Aji menderita hemofilia berat sejak lahir dengan gejala luka yang tak sembuh-sembuh dan pembengkakan jika Aji terbentur sesuatu. "Waktu itu dia keinjek, kelingkingnya keinjek, bengkaknya besar sekali seperti tumor. Akhirnya harus dioperasi, dan dirujuk ke Jakarta," katanya.

Atas rujukan rumah sakit di daerahnya, Sukeri pergi ke RSCM Jakarta untuk mengoperasi kelingking Aji. Mengenai biaya pengobatan, Sukeri termasuk beruntung karena memegang Jamkesmas yang menggratiskan biaya pengobatan. Terlebih, biaya operasi Aji yang mencapai Rp 80 juta itu akan ditanggung seorang donatur dari India.

Sama halnya dengan pasien lain pemegang Jamkesmas yang dirujuk ke Jakarta, Sukeri yang baru tiba di Jakarta kala itu tak memiliki biaya untuk menyewa penginapan selama proses pengobatan Aji. Beruntungnya, atas saran dokter RSCM, Aji dan Sukeri tertampung di rumah singgah Rutan Salemba yang menampung anak penderita tumor atau kanker.

"Untungnya di rumah singgah bayar Rp 5.000 per hari buat satu keluarga. Selama setahun (kami) di sana," katanya.

Sayangnya, rumah singgah itu hanya bisa menampung Aji hingga operasi kelingking yang seperti tumor itu selesai. "Kan sudah dioperasi, dulunya dikira Aji tumor, mangkanya boleh di rumah singgah sana," ujar Sukeri.

Padahal, setelah dioperasi kelingking, Aji yang menderita hemofilia harus menjalani pengobatan rutin seperti transfusi darah dua minggu sekali. "Transfusi darah seumur hidup. Obatnya juga seumur hidup. Belum lagi kalau dia jatuh, itu bisa bengkak dan dioperasi lagi," tuturnya.

Mau tak mau Sukeri memutar otak mencari tempat tinggal selama pengobatan rutin Aji. Akhirnya, Sukeri beserta keluarga terpaksa menginap di masjid RSCM selama setahun. Hingga akhirnya, sebulan yang lalu Sukeri memberanikan diri menyewa kontrakan di Jalan Kenari, Salemba, dengan biaya Rp 400.000 per bulan. "Belum bayar sampai sekarang kontrakannya, baru saja ditagih sama yang punya," katanya.

Dia juga membuka warung gado-gado kecil-kecilan atas modal pinjaman untuk membayar kontrakan. Biaya hidup di Jakarta pun masih terbantu dengan penghasilan suaminya dari usaha pembuatan shuttle cock atau bola bulu untuk bulu tangkis meskipun hasilnya tak seberapa.

"Rencananya, suami juga (mau) pindah ke Jakarta, usaha di sini, karena di sana usaha juga lagi sepi. Saya juga kan punya utang hampir Rp 9 juta buat obatin Aji waktu belum ada Jamkesmas," imbuh Sukeri.

Sukeri hanyalah satu dari sekian banyak pasien Jamkesmas rujukan RSUD yang kebingungan mencari tempat tinggal selama berobat di RSCM Jakarta. Sebagian besar dari mereka terpaksa menginap di sudut-sudut RSCM karena tidak memiliki biaya menyewa tempat tinggal atau ongkos bolak-balik berobat ke Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your Ad Here